Generasi Z menjadi topik hangat dalam diskusi mengenai karakter dan gaya kerja mereka. Pengalaman berbagai generasi sebelumnya, seperti milenial, generasi X, dan baby boomers, dalam berinteraksi dan bekerja dengan generasi ini sangat bervariasi. Sayangnya, banyak pandangan negatif ditujukan kepada mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Dalam dunia kerja, generasi Z sering kali dicap malas dan kurang produktif dibandingkan generasi sebelumnya. Namun, apakah penilaian itu sepenuhnya tepat? Meskipun ada beberapa individu yang mungkin mengalami kesulitan dalam mempekerjakan anggota generasi ini, kita harus berhati-hati dalam membuat kesimpulan.
Generalisasi negatif terhadap semua anggota generasi Z dapat berakibat fatal. Selain menjadi beban psikologis bagi mereka, hal ini juga bisa mengurangi peluang kerja yang mereka miliki. Oleh karena itu, penting untuk memahami perspektif mereka sebelum melanjutkan penilaian.
1. Masalah etos kerja tidak hanya milik generasi Z
Stigma negatif terhadap generasi Z cukup merisaukan. Jika stigma ini benar, semua pihak harus berkontribusi untuk memperbaiki etos kerja mereka agar tidak terus-menerus dianggap rendah. Namun, penting untuk dicatat bahwa masalah etos kerja tidak hanya menjadi tanggung jawab generasi Z.
Generasi yang lebih tua juga memiliki individu yang kurang bersemangat. Terkadang, mereka tidak terlihat jelas karena sudah melewati usia produktif. Sebagai contoh, ada individu yang tidak mempersiapkan tabungan untuk masa tua, sehingga membebani anak atau cucu mereka di kemudian hari.
Generasi yang lebih muda juga ada yang bekerja setengah hati dan memilih pensiun dini tanpa persiapan yang matang, merasa lelah dengan rutinitas kerja. Oleh sebab itu, sangat tidak adil jika semua masalah terkait etos kerja hanya disematkan kepada generasi Z yang baru merintis karir.
2. Banyak anggota gen Z bekerja sambil kuliah, menghadapi tantangan besar
Anggota generasi Z yang lahir pada tahun 1997 kini berusia 27 tahun, sementara yang lahir pada tahun 2012 baru berusia 12 tahun. Ini menunjukkan bahwa banyak dari mereka saat ini berada dalam rentang usia kuliah, yakni antara 18 hingga 22 tahun. Beberapa di antara mereka bahkan baru melanjutkan pendidikan tinggi setelah berusia di atas 22 tahun.
Beberapa harus menunda pendidikan karena keterbatasan biaya, sehingga bekerja sambil kuliah menjadi pilihan yang diambil. Ini menciptakan tantangan besar, dan kesan malas sering muncul karena kesulitan dalam menyeimbangkan keduanya.
Kelelahan fisik dan mental bisa menyebabkan mereka sering terlambat, meminta izin, atau bahkan tertidur saat bekerja. Banyak anggota gen Z merasa tidak nyaman memberi tahu atasan bahwa mereka sedang kuliah. Oleh karena itu, penting bagi pengusaha untuk memahami beban yang mereka hadapi sebelum memberikan cap negatif.
3. Gen Z berusaha menemukan jalan untuk sukses di usia muda
Generasi Z sering kali terinspirasi sekaligus tertekan oleh berbagai konten yang menekankan pentingnya meraih sukses di usia muda. Misalnya, memiliki rumah pada usia 25 tahun atau mengumpulkan 100 juta sebelum berusia 30 tahun. Hal ini mendorong mereka untuk mencari jalan pintas menuju kesuksesan.
Akibatnya, mereka menjadi sangat selektif dalam memilih pekerjaan. Mereka cenderung menghitung dengan cermat apakah gaji yang ditawarkan cukup untuk memenuhi target ambisius yang dibebankan kepada mereka.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Pilihan Editor
4. Usia muda membuat mereka merasa masih memiliki banyak waktu
Sementara beberapa anggota generasi Z merasa dorongan untuk meraih sukses secepat mungkin, yang lainnya lebih santai. Mereka tidak terlalu terpengaruh oleh standar kesuksesan yang ditawarkan oleh berbagai kreator konten. Banyak di antara mereka menyadari pentingnya menikmati masa muda.
Fenomena YOLO (You Only Live Once) membuat sebagian dari generasi ini enggan terbebani oleh tekanan pekerjaan. Mereka merasa masih memiliki banyak waktu untuk bekerja keras dan mungkin baru akan fokus sepenuhnya setelah mencapai usia 30 tahun. Meskipun mereka sudah bekerja, seringkali itu lebih bersifat sampingan daripada pekerjaan utama.
5. Gen Z enggan berkomitmen pada pekerjaan yang dianggap tidak bermakna
Generasi Z menginginkan agar setiap upaya yang mereka lakukan memberikan hasil yang sepadan. Ini tidak hanya dalam bentuk keuangan, tetapi juga dalam kepuasan pribadi. Karena itu, banyak dari mereka terlibat dalam pekerjaan yang berfokus pada isu-isu sosial, kesehatan mental, dan lingkungan.
Hal ini membuat mereka sangat selektif dalam memilih pekerjaan. Pertimbangan mereka sering kali tidak dipahami oleh generasi yang lebih tua, yang menganggap bekerja hanya untuk mendapatkan uang. Bagi generasi Z, mereka berusaha untuk membuat pilihan terbaik, meskipun sering kali terlihat malas di mata generasi sebelumnya. Ketika terlibat dalam pekerjaan yang bermakna, mereka bisa menunjukkan dedikasi yang tinggi.
6. Motivasi kerja tergantung pada dukungan finansial yang diterima
Ketika menilai generasi Z, penting untuk mempertimbangkan latar belakang keluarga yang mereka miliki. Bagi mereka yang masih mendapat dukungan finansial dari orang tua, motivasi kerja mereka mungkin kurang. Namun, hal ini juga tergantung pada pola asuh yang diterima.
Orang tua yang kaya bisa jadi mengharuskan anak mereka untuk segera mandiri, sementara generasi Z yang tumbuh dalam kondisi ekonomi sulit atau menjadi tulang punggung keluarga mungkin tidak memiliki waktu untuk bersantai dan memilih pekerjaan. Mereka cenderung menerima pekerjaan apapun dan bekerja keras.
7. Mereka yang belum menikah cenderung lebih santai dalam bekerja
Perlu dicatat bahwa banyak anggota gen Z masih sangat muda dan belum menikah. Mereka bekerja untuk diri sendiri, meskipun beberapa harus membantu nafkah keluarga. Hal ini membuat mereka belum merasakan tekanan untuk mencari penghidupan yang serius.
Jika hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak memerlukan penghasilan yang terlalu besar. Mereka bisa bekerja dengan lebih santai dan tetap memenuhi kebutuhan mereka. Ini berbeda dengan generasi yang lebih tua, yang umumnya sudah berkeluarga dengan banyak tanggungan.
Generasi di atas gen Z sebaiknya lebih bijaksana dalam menilai mereka. Jangan sampai muncul kesan bahwa ada jurang besar antara karakter dan sikap generasi ini dengan generasi sebelumnya. Dengan usia yang masih muda, mereka memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi profesional yang lebih baik di masa depan.
Baca juga: 10 Singkatan Bahasa Inggris Gaul yang Sering Dipakai Anak Gen Z
IDN Times Community adalah platform untuk menulis.
Semua karya yang dihasilkan adalah tanggung jawab penulis.