Nah Lho! Limbah Baterai Mobil Listrik Mulai Dipertanyakan

Nah Lho! Limbah Baterai Mobil Listrik Mulai Dipertanyakan

Jakarta

Amnesty International baru-baru ini merilis sebuah laporan yang menyoroti potensi pelanggaran hak asasi manusia akibat pertumbuhan pesat kendaraan listrik di seluruh dunia. Laporan ini menekankan bahwa isu-isu terkait rantai pasokan yang belum teratasi dalam produksi kendaraan listrik perlu diperhatikan secara serius.

Menurut informasi yang disampaikan oleh Autocar, laporan tersebut terdiri dari 102 halaman yang merinci kegagalan beberapa produsen mobil dalam mengelola risiko yang terkait dengan rantai pasokan mineral. Masalah ini berpotensi berdampak negatif pada lingkungan serta kesehatan masyarakat, terutama terkait dengan tambang yang menghasilkan mineral seperti kobalt, lithium, nikel, dan tembaga.

Dalam penelitian ini, Amnesty International mengevaluasi kebijakan uji tuntas hak asasi manusia dari 13 produsen kendaraan listrik, memberikan kartu skor yang menilai kebijakan tersebut berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kebijakan hak asasi manusia, proses identifikasi risiko, pemetaan dan pelaporan rantai pasokan, serta mediasi. Penilaian berkisar dari satu (terburuk) hingga 90 (terbaik).


IKLAN


SCROLL UNTUK MELANJUTKAN ISI

Walaupun beberapa produsen telah memberikan tanggapan, ada juga yang enggan menjawab pertanyaan mengenai dampak negatif dari produksi baterai kendaraan listrik.

Dari hasil penilaian, Amnesty International memberikan nilai tertinggi kepada Mercedes-Benz dengan 51 poin. Tesla berada di posisi kedua dengan 49 poin, dan Stellantis menyusul dengan 42 poin. Sementara itu, Volkswagen Group, BMW, dan Ford masing-masing memperoleh skor 41 poin.

Di sisi lain, pada posisi paling rendah, BYD, produsen mobil asal China, hanya meraih 11 poin. Mitsubishi dan Hyundai mengikuti dengan skor 13 dan 21 poin, menunjukkan bahwa mereka mendapatkan penilaian yang kurang baik.

Nah Lho! Limbah Baterai Mobil Listrik Mulai Dipertanyakan

Pabrik Baterai Mobil Listrik Foto: Ridwan Arifin/detikcom

Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnès Callamard, mengungkapkan bahwa penilaian terendah didapat oleh BYD dan Mitsubishi.

“Skor ini adalah ‘kekecewaan besar’, dan BYD bahkan kurang transparan dalam hal uji tuntas hak asasi manusia dalam rantai pasokan baterainya. Hyundai dan Mitsubishi juga tidak menyediakan informasi yang mendalam dan diperlukan,” ujar Agnes.

Amnesty International memberikan kesempatan kepada setiap produsen untuk memberikan tanggapan dan mengeluarkan pernyataan dalam laporan tersebut, demi menciptakan informasi yang lebih seimbang.

Hyundai dalam tanggapannya menyatakan bahwa mereka menghargai penilaian dari Amnesty International dan berkomitmen untuk menjaga rantai pasokan yang berkelanjutan dan etis, menghormati hak asasi manusia serta perlindungan lingkungan. Namun, BYD dan Mitsubishi dilaporkan menolak untuk memberikan pernyataan terkait temuan ini.

Sebagai tambahan, Uni Eropa berencana untuk meluncurkan paspor baterai mulai 1 Februari 2027. Paspor ini akan menjadi syarat bagi semua baterai kendaraan listrik dengan kapasitas lebih dari 2 kWh, guna meningkatkan transparansi rantai pasokan.

(sumber: anomsuryaputra.id)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Proudly powered by sumut.anomsuryaputra.id |